Sabtu, 15 Januari 2011

Pengertian Ilmu Yang Bermanfaat

Sabtu, 29 Desember 2007 09:45:48 WIB

PENGERTIAN ILMU YANG BERMANFAAT


Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas



Di dalam Al-Qur-an terkadang Allah Ta’ala menyebutkan ilmu pada kedudukan yang terpuji, yaitu ilmu yang bermanfaat. Dan terkadang Dia menyebutkan ilmu pada kedudukan yang tercela, yaitu ilmu yang tidak bermanfaat.

Adapun yang pertama, seperti firman Allah Ta’ala,

“... Katakanlah: ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’...” [Az-Zumar: 9]

Firman Allah Ta’ala,

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” [Ali ‘Imran: 18]

Firman Allah Ta’ala.

“... Dan katakanlah: ‘Ya Rabb-ku, tambahkanlah ilmu kepadaku.’” [Thaahaa: 114]

Firman Allah Ta’ala.

“... Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para ulama.” [Faathir: 28]

Firman Allah Ta’ala tentang kisah Adam dan pelajaran yang didapatkannya dari Allah tentang nama-nama segala sesuatu, dan memberitahukannya kepada para Malaikat. Para Malaikat pun berkata,

"Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.’” [Al-Baqarah: 32]

Dan firman Allah Ta’ala mengenai kisah Nabi Musa dengan Nabi Khidhir. Nabi Musa berkata kepadanya,

"Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?’” [Al-Kahfi: 66]

Ini semua adalah ilmu yang bermanfaat.

Dan terkadang Allah Ta’ala mengabarkan keadaan suatu kaum yang diberikan ilmu, namun ilmu yang ada pada mereka tidak bermanfaat. Ini adalah ilmu yang bermanfaat pada hakikatnya, namun pemiliknya tidak mengambil manfaat dari ilmunya itu. Allah Ta’ala berfirman,

"Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat, kemudian mereka tidak membawanya (tidak mengamalkannya) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Sangatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” [Al-Jumu’ah: 5]

Adapun ilmu yang Allah Ta’ala sebutkan pada kedudukan tercela, yaitu ilmu sihir seperti firman-Nya,

"... Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan dan tidak memberi manfaat. Dan sungguh mereka sudah tahu barangsiapa membeli (menggunakan sihir) itu, niscaya tidak mendapat keuntungan di akhirat. Sungguh sangat buruk perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka mengetahui.” [Al-Baqarah: 102]

Dan firman Allah Ta’ala,

"Mereka hanya mengetahui yang lahir (tampak) dari kehidupan dunia; sedangkan terhadap (kehidupan) akhirat mereka lalai.” [Ar-Ruum: 7]

Karena itulah As-Sunnah membagi ilmu menjadi ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang tidak bermanfaat, juga menganjurkan untuk berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat dan memohon kepada Allah Ta’ala ilmu yang bermanfaat. [1]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H) rahimahullaah mengatakan, “Ilmu adalah apa yang dibangun di atas dalil, dan ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dibawa oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Terkadang ada ilmu yang tidak berasal dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tetapi dalam urusan duniawi, seperti ilmu kedokteran, ilmu hitung, ilmu pertanian, dan ilmu perdagangan.” [2]

Imam Ibnu Rajab (wafat th. 795 H) rahimahullaah mengatakan, “Ilmu yang bermanfaat menunjukkan pada dua hal.

Pertama, mengenal Allah Ta’ala dan segala apa yang menjadi hak-Nya berupa nama-nama yang indah, sifat-sifat yang mulia, dan perbuatan-perbuatan yang agung. Hal ini mengharuskan adanya pengagungan, rasa takut, cinta, harap, dan tawakkal kepada Allah serta ridha terhadap takdir dan sabar atas segala musibah yang Allah Ta’ala berikan.

Kedua, mengetahui segala apa yang diridhai dan dicintai Allah ‘Azza wa Jalla dan menjauhi segala apa yang dibenci dan dimurkai-Nya berupa keyakinan, perbuatan yang lahir dan bathin serta ucapan. Hal ini mengharuskan orang yang mengetahuinya untuk bersegera melakukan segala apa yang dicintai dan diridhai Allah Ta’ala dan menjauhi segala apa yang dibenci dan dimurkai-Nya. Apabila ilmu itu menghasilkan hal ini bagi pemiliknya, maka inilah ilmu yang bermanfaat. Kapan saja ilmu itu bermanfaat dan menancap di dalam hati, maka sungguh, hati itu akan merasa khusyu’, takut, tunduk, mencintai dan mengagungkan Allah ‘Azza wa Jalla, jiwa merasa cukup dan puas dengan sedikit yang halal dari dunia dan merasa kenyang dengannya sehingga hal itu menjadikannya qana’ah dan zuhud di dunia.” [3]

Imam Mujahid bin Jabr (wafat th. 104 H) rahimahullaah mengatakan, “Orang yang faqih adalah orang yang takut kepada Allah Ta’ala meskipun ilmunya sedikit. Dan orang yang bodoh adalah orang yang berbuat durhaka kepada Allah Ta’ala meskipun ilmunya banyak.” [4]

Perkataan beliau rahimahullaah menunjukkan bahwa ada orang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya, namun ilmu tersebut tidak bermanfaat bagi orang tersebut karena tidak membawanya kepada ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Imam Ibnu Rajab (wafat th. 795 H) rahimahullaah mengatakan, “Ilmu yang paling utama adalah ilmu tafsir Al-Qur-an, penjelasan makna hadits-hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan pembahasan tentang masalah halal dan haram yang diriwayatkan dari para Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in, dan para imam terkemuka yang mengikuti jejak mereka...” [5]

Imam al-Auza’i (wafat th. 157 H) rahimahullaah berkata, “Ilmu itu apa yang dibawa dari para Shahabat Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam, adapun yang datang dari selain mereka bukanlah ilmu.” [6]

Beliau juga mengatakan, “Ilmu yang paling utama adalah ilmu tafsir Al-Qur-an, penjelasan makna hadits-hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan pembahasan tentang masalah halal dan haram yang diriwayatkan dari para Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in, dan para imam terkemuka yang mengikuti jejak mereka...” [7]

Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i rahimahullaah mengatakan,

Seluruh ilmu selain Al-Qur-an hanyalah menyibukkan,
kecuali ilmu hadits dan fiqih dalam rangka mendalami ilmu agama.

Ilmu adalah yang tercantum di dalamnya: ‘Qaalaa, had-datsanaa (telah menyampaikan hadits kepada kami)’.

Adapun selain itu hanyalah waswas (bisikan) syaitan. [8]

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberikan perumpamaan kepada kita mengenai orang yang faham tentang agama Allah Ta’ala, ia memperoleh manfaat dari ilmunya dan memberikan manfaat kepada orang lain. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga memberikan perumpamaan orang yang tidak menaruh perhatian pada ilmu agama, dengan kelalaiannya itu mereka menjadi orang yang merugi dan bangkrut.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

"Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya laksana hujan deras yang menimpa tanah. Di antara tanah itu ada yang subur. Ia menerima air lalu menumbuhkan tanaman dan rerumputan yang banyak. Di antaranya juga ada tanah kering yang menyimpan air. Lalu Allah memberi manusia manfaat darinya sehingga mereka meminumnya, mengairi tanaman, dan berladang dengannya. Hujan itu juga mengenai jenis (tanah yang) lain yaitu yang tandus, yang tidak menyimpan air, tidak pula menumbuhkan tanaman. Itulah perumpamaan orang yang memahami agama Allah, lalu ia mendapat manfaat dari apa yang Allah mengutus aku dengannya. Juga perumpamaan atas orang yang tidak menaruh perhatian terhadapnya. Ia tidak menerima petunjuk Allah yang dengannya aku diutus.” [9]

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika datang membawa ajaran agama Islam, beliau mengumpamakannya dengan hujan yang dibutuhkan manusia. Kondisi manusia sebelum diutusnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam seperti tanah yang kering, gersang dan tandus. Kemudian kedatangan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam membawa ilmu yang bermanfaat menghidupkan hati-hati yang mati sebagaimana hujan menghidupkan tanah-tanah yang mati.

Kemudian beliau mengumpamakan orang yang mendengarkan ilmu agama dengan berbagai tanah yang terkena air hujan, di antara mereka adalah orang alim yang mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya. Orang ini seperti tanah subur yang menyerap air sehingga dapat memberi manfaat bagi dirinya, kemudian tanah tersebut dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan sehingga dapat memberi manfaat bagi yang lain.

Di antara mereka ada juga orang yang menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu namun dia tidak mengamalkannya, akan tetapi dia mengajarkannya untuk orang lain. Maka, dia bagaikan tanah yang tergenangi air sehingga manusia dapat memanfaatkannya. Orang inilah yang disebut dalam sabda beliau, “Allah memperindah seseorang yang mendengar perkataan-perkataanku dan dia mengajarkannya seperti yang dia dengar.” Di antara mereka ada juga yang mendengar ilmu namun tidak menghafal/menjaganya serta tidak menyampaikannya kepada orang lain, maka perumpamaannya seperti tanah yang berair atau tanah yang gersang yang tidak dapat menerima air sehingga merusak tanah yang ada di sekelilingnya.

Dikumpulkannya perumpamaan bagian pertama dan kedua disebabkan keduanya sama-sama bermanfaat. Sedangkan dipisahkannya bagian ketiga disebabkan tercela dan tidak bermanfaat.

Jadi, perumpamaan hadits di atas terdiri dari 2 (dua) kelompok. Perumpamaan pertama telah dijelaskan sebelumnya. Sedangkan perumpamaan kedua, bagian pertamanya adalah orang yang masuk agama Islam namun tidak mengamalkan dan tidak mengajarkannya. Kelompok ini diumpamakan dengan tanah tandus sebagaimana yang diisyaratkan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya, “Orang yang tidak menaruh perhatian terhadapnya.” Atau dia berpaling dari ilmu sehingga dia tidak bisa memanfaatkannya dan tidak pula dapat memberi manfaat kepada orang lain.

Adapun bagian kedua adalah orang yang sama sekali tidak memeluk agama, bahkan telah disampaikan kepadanya pengetahuan tentang agama Islam, tetapi ia mengingkari dan kufur kepadanya. Kelompok ini diumpamakan dengan tanah datar yang keras, dimana air mengalir di atasnya, tetapi tidak dapat memanfaatkannya.

Hal ini diisyaratkan dengan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

"Dan tidak peduli dengan petunjuk Allah yang aku diutus dengannya.”

Ath-Thibi berkata, “Manusia terbagi menjadi dua".

Pertama, manusia yang memanfaatkan ilmu untuk dirinya namun tidak mengajarkannya kepada orang lain.

Kedua, manusia yang tidak memanfaatkan ilmu bagi dirinya, namun ia mengajarkan kepada orang lain.”

Menurut Ibnu Hajar al-‘Asqalani, kategori pertama masuk dalam kelompok pertama. Sebab, secara umum manfaatnya ada walaupun tingkatannya berbeda. Begitu juga dengan tanaman yang tumbuh, di antaranya ada yang subur dan memberi manfaat kepada manusia dan ada juga yang kering. Adapun kategori kedua walaupun dia mengerjakan hal-hal yang wajib dan meninggalkan yang sunnah, sebenarnya dia termasuk kelompok kedua seperti yang telah kami jelaskan; dan seandainya dia meninggalkan hal-hal wajib, maka dia adalah orang fasik dan kita tidak boleh mengambil ilmu darinya.

Orang semacam ini termasuk dalam sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

“Orang yang tidak menaruh perhatian terhadapnya.” [10]

[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M]
___________
Foote Notes
[1]. Disarikan dari kitab Fadhlu ‘Ilmi Salaf ‘alal Khalaf (hal. 11-13), karya Imam Ibnu Rajab rahimahullaah, ta’liq dan takhrij Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali Abdul Hamid, cet. I, Daar ‘Ammar, th. 1406 H.
[2]. Majmuu’ al-Fataawaa (VI/388, XIII/136) dan Madaarijus Saalikiin (II/488)
[3]. Fadhlu ‘Ilmi Salaf ‘alal Khalaf (hal. 47).
[4]. Al-Bidaayah wan Nihaayah (V/237).
[5]. Fadhlu ‘Ilmi Salaf ‘alal Khalaf (hal. 41).
[6]. Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlih (I/769, no. 1421) dan Fadhlu ‘Ilmi Salaf ‘alal Khalaf (hal. 42).
[7]. Fadhlu ‘Ilmi Salaf ‘alal Khalaf (hal. 41).
[8]. Diiwaan Imam asy-Syafi’i (hal. 388, no. 206), dikumpulkan dan disyarah oleh Muhammad ‘Abdurrahim, cet. Daarul Fikr, th. 1415 H.
[9]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 79) dan Muslim (no. 2282), dari Shahabat Abu Musa al-Asy’ari radhiyallaahu ‘anhu. Lafazh hadits ini milik al-Bukhari.
[10]. Lihat Fat-hul Baari (I/177).

Minggu, 02 Januari 2011

SUNNAH - SUNNAH DALAM SHOLAT MALAM

Sunnah-Sunnah Dalam Shalat Malam

Kamis, 26 April 2007 09:57:29 WIB SUNNAH-SUNNAH DALAM SHALAT MALAM Oleh Syaikh Khalid al Husainan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. ÃóÝúÖóáõ ÇáÕøöíóÇãö ÈóÚúÏó ÑóãóÖóÇäó ÔóåúÑõ Çááåö ÇáÍóÑóÇãõ æó ÃóÝúÖóáõ ÇáÕøóáÇóÉö ÈóÚúÏó ÇáÝóÑöíúÖóÉö ÕóáÇóÉõ Çááøóíúáö “Artinya : Sebaik-baik puasa setelah puasa ramadhan adalah puasa bulan muharram dan sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat lail.” [Hadits Riayat. Muslim no. 1163] [a]. Sebaik-baik jumlah raka’at dalam shalat lail adalah sebelas raka’at atau tiga belas raka’at dengan pengerjaan shalat yang lama. Berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ßóÇäó íõÕóáøöí ÅöÍúÏóì ÚóÔúÑóÉó ÑóßóÚóÉð ßóÇäóÊú Êöáúßó ÕóáÇóÊõåõ “Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat lail sebanyak 11 raka’at, maka yang demikian itu adalah shalat beliau” [Hadits Riwayat. Bukhari no. 1147] Riwayat yang lain menyebutkan. íõÕóáøöíó ÈöÇááøóíúáö ËóáÇóËó ÚóÔúÑóÉó ÑóßúÚóÉð ... “Artinya : Rasulullah shalat malam sebanyak 13 raka’at” [Hadits Riwayat. Bukhari no. 1138 dan Muslim no. 764] [b]. Disunnahkan bagi orang yang mengerjakan shalat lail untuk bersiwak dan membaca ayat-ayat terakhir dari surat Ali Imran mulai dari firman Allah Åöäøó Ýöí ÎóáúÞö ÇáÓøóãóæóÇÊö æóÇáúÃóÑúÖö æóÇÎúÊöáóÇÝö Çááøóíúáö æóÇáäøóåóÇÑö áóÂíóÇÊò áöÃõæáöí ÇáúÃóáúÈóÇÈö “Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumu dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” [ Ali Imran : 190] Dibaca sampai akhir surat [c]. Disunnahkan kepada orang yang mengerjakan shalat malam untuk berdoa dengan doa yang shahih yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Çááøóåõãøó áóßó ÇáÍóãúÏõ ¡ ÃóäúÊó Þóíøöãõ ÇáÓøóãóÇæóÇÊö æó ÇáÃóÑúÖö æó ãóäú Ýöíúåöäøó ¡ æó áóßó ÇáÍóãúÏõ ¡ áóßó Çáãõáúßõ ÇáÓøóãóÇæóÇÊö æó ÇáÃóÑúÖö æóãóäú Ýöíúåöäøó æó áóßó ÇáÍóãúÏõ ¡ äõæúÑõ ÇáÓøóãóÇæóÇÊö æó ÇáÃóÑúÖö ¡ æóáóßó ÇáÍóãúÏõ ¡ ÃóäúÊó ÇáÍóÞøõ ¡ æó æóÚúÏõßó ÇáÍóÞøõ ¡ æó áöÞóÇÄõßó ÍóÞøñ ¡ æó Þóæúáõßó ÍóÞøñ ¡ æó ÇáÌóäøóÉõ ÍóÞøñ ¡ æó ÇáäøóÇÑõ ÍóÞøñ ¡ æó ÇáäøóÈöíøõæúäó ÍóÞøñ ¡ æó ãõÍóãøóÏñ ÍóÞøñ ¡ Çááøóåõãøó áóßó ÃóÓúáóãúÊõ ¡ æóÈößó ÂãóäúÊõ ¡ æó Úóáóíúßó ÊóæóßøóáúÊõ ¡ æó Åöáóíúßó ÃóäóÈúÊõ ¡ æó Èößó ÎóÇÕóãúÊõ ¡ æó Åöáóíúßó ÍóÇßóãúÊõ ¡ ÝóÇÛúÝöÑúáöí ãóÇ ÞóÏøóãúÊõ æó ÃóÎøóÑúÊõ ¡ æó ãóÇ ÃóÓúÑóÑúÊõ æó ãóÇ ÃóÚúáóäúÊõ ¡ ÃóäúÊó ÇáãõÞóÏøöãõ ¡ æó ÃóäúÊó ÇáãõÄóÎøöÑõ ¡ áÇó Åöáóåó ÅöáÇøó ÃóäúÊó ¡ Ãóæú ¡ áÇó Åöáóåó ÛóíúÑõßó “Ya Allah, bagiMu segala puji, Engkaulah Penegak langit dan bumi dan segala isinya. BagiMu segala puji, milikMu kerajaan langit dan bumi serta segala isinya. bagiMu segala puji (Engkau) Pemberi cahaya langit dan bumi (serta segala isinya). bagiMu segala puji, Engkau penguasa langit dan bumi. bagiMu segala puji Engkau lah Yang Mahabenar, janji-Mu itu benar adanya dan pertemuan dengan-Mu itu benar adanya. FirmanMu itu benar, surga itu benar, neraka itu benar, para nabi itu benar, Nabi Muhammad itu benar (utusanMu), kiamat itu benar adanya. Ya Allah, kepadaMu aku bertawakal, kepadaMu aku kembali, kepadaMu aku mengadu dan kepadaMu aku berhukum. Ampunilah dosaku di masa lalu, masa yang akan datang, yang tersebunyi serta yang nampak (Karena Engkau adalah Maha Mengetahui itu daripada aku). Engkau lah Yang terdahulu dan Yang terakhir (Engkau Tuhanku) dan tidak ada Tuhan kecuali Engkau atau tidak ada Tuhan (bagiku) kecuali Engkau” [Hadits Riwayat. Bukhari no. 1120, 6317, 7385 dan Muslim no. 2717] [d]. Sunnah memulai shalat lail dengan dua raka’at yang ringan (pendek). Hal itu dilakukan hingga datangnya semangat untuk memanjangkan raka’atnya setelah dua rakaat yang pendek tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ÅöÐóÇ ÞóÇãó ÃóÍóÏõßõãú ãöäó Çááøóíúáö ÝóáúíóÝúÊóÊöÍú ÕóáÇóÊóåõ ÈöÑóßúÚóÊóíúäö ÎóÝöíúÝóÊóíúäö “Artinya : Apabila salah seorang diantara kalian mendirikan shalat lail hendaklah membuka shalatnya dengan shalat dua raka’at yang ringan (surat-surat yang dibaca pendek. Pent) [Hadits Riwayat. Muslim no. 768] [e]. Merupakan sunnah, memulai shalat malam dengan doa yang shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Çááøóåõãøó ÑóÈøó ÌóÈúÑóÇÆöíúáó æó ãöíúßóÇÆöíúáó æó ÅöÓúÑóÇÝöíúáó ¡ ÝóÇØöÑó ÇáÓøóãóÇæóÇÊö æó ÇáÃóÑúÖö ¡ ÚóÇáöãó ÇáÛóíúÈö æó ÇáÔøóåóÇÏóÉö ¡ ÃóäúÊó ÊóÍúßõãõ Èóíúäó ÚöÈóÇÏößó ÝöíúãóÇ ßóÇäõæúÇ Ýöíúåö íóÎúÊóáöÝõæúäó ¡ÅöåúÏöäöí áöãóÇ ÇÎúÊõáöÝó Ýöíúåö ãöäó ÇáÍóÞøö ÈöÅöÐúäößó Åöäøóßó ÊóåúÏöí ãóäú ÊóÔóÇÁõ Åöáóì ÕöÑóÇØò ãõÓúÊóÞöíúãò “Ya Allah, Rabb Jibril, Mikail dan Israfil. Wahai Pencipta langit dan bumi. Wahai Rabb yang mengetahui yang ghaib dan nyata. Engkau yang menjatuhkan hukum (untuk memutuskan) apa yang mereka (orang-orang Nasrani dan Yahudi) pertentangkan. Tunjukkanlah aku pada kebenaran apa yang dipertentangkan dengan seizinMu. Sesungguhnya Engkau menunjukkan pada jalan yang lurus bagi orang-orang yang Engkau kehendaki” [Hadits Riwayat. Muslim no. 770, Abu Dawud no. 767, Ibnu Majah no. 1357] [f]. Disunnahkan untuk mempanjangkan shalat malam. Ãóíøõ ÇáÕøóáÇóÉö ÃóÝúÖóáõ ¿ ÞÇóáó : Øõæúáõ ÇáÞõäõæúÊö Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya: “Shalat apakah yang paling baik?” Rasulullah menjawab : “Yang panjang qunutnya (lama berdirinya)” [Hadits Riwayat. Muslim no.756] Yang dimaksud qunut[1] adalah berdiri yang lama [g]. Disunnahkan untuk bertaawudz (minta perlindungan kepada Allah) ketika membaca ayat tentang adzab dengan ucapan: ÃóÚõæúÐõ ÈöÇááåö ãöäú ÚóÐóÇÈö Çááåö “Aku berlindung kepada Allah dari Adzab Allah” Dan memohon rahmat kepada Allah ketika membaca ayat tentang permohonan dengan ucapan Çááøåõãøó Åöäøöí ÃóÓúÃóáõßó ãöäú ÝóÖúáößó “Ya Allah aku meminta kepadaMu dari karuniaMu” Dan bertasbih ketika membaca ayat-ayat yang mengandung pujian tentang keMahasucian Allah. Hal tersebut berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ...íóÞúÑóÃõ ãõÊóÑóÓøöáÇð ÅöÐóÇ ãóÑøó ÈöÂíóÉò ÝöíúåÇó ÊóÓúÈöíúÍñ ÓóÈøóÍó ¡ æó ÅöÐóÇ ãóÑøó ÈöÓõæúÁÇóáò ÓóÃóáó ¡ æó ÅöÐóÇ ãóÑøó ÈöÊóÚóæøõÐö ÊóÚóæøóÐó... “Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca (ayat) dengan tartil apabila beliau melewati satu ayat tasbih maka beliaupun membaca tasbih. Apabila melewati ayat permohonan(tentang rahmat,-ed) maka beliaupun memohon. Dan apabila melewati ayat memohon perlindungan, maka beliaupun memohon perlindungan (bertaawudz)…” [Hadits Riwyat. Muslim no. 772] Sebab-sebab agar mendapatkan kemudahan untuk shalat malam [a]. Berdoa [b]. Menjauh kan (diri) dari begadang [c]. Tidur di siang harinya [d]. Meninggalkan kemaksiyatan [e]. erkeinginan diri yang kuat untuk melakukan shalat malam Disalin dari kitab Aktsaru Min Alfi Sunnatin Fil Yaum Wal Lailah, edisi Indonesia Lebih Dari 1000 Amalan Sunnah Dalam Sehari Semalam, Penulis Khalid Al-Husainan, Penerjemah Zaki Rachmawan] _________ Foote Note [1]. Qunut dalam hadits itu memiliki banyak arti berdasarkan banyak riwayat. Dalam Hadyus Saari Muqaddimah dari Fathul Baari oleh Ibnu Hajar hal. 305 (Cet. Daar Abi Hayyaan) pasal Qaf Nun disebutkan tentang makna qunut antara lain do’a, berdiri, tenang, diam, ketaatan, shalat, kekhusu’an, ibadah, dan memperpanjang berdiri. Pent.

Rabu, 01 Desember 2010

manfaat sari kurma

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyebab dan perantara penularan.

Penyakit ini disebabkan oleh suatu virus yang menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.
Vektor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti.

Manifestasi penyakit

Sesudah masa tunas / inkubasi selama 3 - 15 hari orang yang tertular dapat mengalami / menderita penyakit ini dalam salah satu dari 4 bentuk berikut ini, yaitu :

* Bentuk abortif, penderita tidak merasakan suatu gejala apapun.
* Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi selama 4 - 7 hari, nyeri-nyeri pada tulang, diikuti dengan munculnya bintik-bintik atau bercak-bercak perdarahan di bawah kulit.
* Dengue Haemorrhagic Fever (Demam berdarah dengue/DBD) gejalanya sama dengan dengue klasik ditambah dengan perdarahan dari hidung, mulut, dubur dsb.
* Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DBD ditambah dengan syok / presyok pada bentuk ini sering terjadi kematian.

Karena seringnya terjadi perdarahan dan syok maka pada penyakit ini angka kematiannya cukup tinggi, oleh karena itu setiap Penderita yang diduga menderita Penyakit Demam Berdarah dalam tingkat yang manapun harus segera dibawa ke dokter atau Rumah Sakit, mengingat sewaktu-waktu dapat mengalami syok / kematian.

Pengobatan.

Pengobatan terhadap penyakit ini terutama ditujukan untuk mengatasi perdarahan, mencegah/mengatasi keadaan syok / presyok, yaitu dengan mengusahakan agar penderita banyak minum, bila perlu dilakukan pemberian cairan melalui infus.
Demam diusahakan diturunkan dengan kompres dingin, atau pemberian antipiretika

Pencegahan.

Pencegahan dilakukan dengan MENGHINDARI GIGITAN NYAMUK di sepanjang siang hari (pagi sampai sore) karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Hal tersebut dapat dilaksanakan dengan menghindari berada di lokasi-lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada penderita DBD nya. Bila memang sangat perlu untuk berada di tempat tersebut KENAKAN PAKAIAN YANG LEBIH TERTUTUP, celana panjang dan kemeja lengan panjang misalnya. GUNAKAN CAIRAN/KRIM ANTI NYAMUK (MOSQUITO REPELLANT) yang banyak dijual di toko-toko, pada bagian badan yang tidak tertutup pakaian.

Awasi lingkungan di dalam rumah dan di halaman rumah. Buang atau timbun benda-benda tak berguna yang menampung air, atau simpan sedemikian rupa sehingga tidak menampung air. Taburkan serbuk abate (yang dapat dibeli di apotik) pada bak mandi dan tempat penampung air lainnya, juga pada parit / selokan di dalam dan di sekitar rumah, terutama bila selokan itu airnya tidak / kurang mengalir. Kolam / akuarium jangan dibiarkan kosong tanpa ikan, isilah dengan ikan pemakan jentik nyamuk. Semprotlah bagian-bagian rumah dan halaman yang merupakan tempat berkeliarannya nyamuk, dengan obat semprot nyamuk (yang banyak dijual di toko-toko) BILA TAMPAK NYAMUK BERKELIARAN DI PAGI / SIANG / SORE HARI.

Bila ada salah seorang penghuni yang positif atau diduga menderita DBD, segera semprotlah seluruh bagian rumah dan halaman dengan obat semprot nyamuk di pagi, siang dan sore hari, sekalipun penderita tersebut sudah dirawat di rumah sakit. Hubungi PUSKESMAS setempat untuk meminta fogging di rumah-rumah di lingkungan setempat.

Pencegahan secara massal di lingkungan setempat dengan bekerja sama dengan RT/RW/Kelurahan dengan PUSKESMAS setempat dilakukan dengan Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN), Fogging, atau memutuskan mata rantai pembiakan Aedes aegypti dengan Abatisasi.

Sumber : http://www.geocities.com/mitra_sejati_2000/dbd.html

Sabtu, 27 November 2010

FIQIH HADIST,.,.,

 FIQIH HADITS
1. Bertanya kepada ahli ilmu jika tidak mengetahui sesuatu masalah agama, mengamalkan perintah Allah di dalam Al Quran:
“Betanyalah kepada ahli ilmu jika kamu tidak tahu.”
2. Ilmu terlebih dahulu sebelum beramal. 

3. Boleh berlayar mengarungi lautan meskipun bukan untuk berjihad.
4. Membawa bekal ketika shafar menyalahi perbuatan kaum shufi.
5. Kewajiban memelihara dan menjaga diri dari kebinasaan seperti kelaparan dan kehausan.
6. Dari kaedah ushul: “Menolak kerusakan didahulukan dari mengambil manfaat.”
7. Bahwa syari’at Islam itu sangat mudah bagi mereka yang faham dan ikhlas.
8. Bahwa seseorang tidak dibebani kecuali semampunya.
9. Bahwa syari’at Islam selalu memberikan jalan keluar bagi segala kesulitan.
10. Disukainya bagi seorang mufti untuk memberikan jawaban yang lebih dari yang ditanyakan, sebagaimana jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas.
11. Bahwa air laut itu suci dan mensucikan.
12. Bahwa bangkai binatang laut itu halal.
13. Bolehnya berwudlu dengan air yang telah bercampur dengan sesuatu sehingga berubah rasanya, atau baunya atau warnanya selama tidak kemasukan najis, dan selama penamaannya tetap air, bukan yang telah berubah menjadi air teh atau kopi, dan lain-lain.
14. bahwa Islam mengatur hidup dan kehidupan manusia, dunia mereka dan akhirat mereka.

nasehat seputar gempa.,.,.,.

NASIHAT SEPUTAR GEMPA DAN BENCANA ALAM

Oleh

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

_______________________________________________________________________


Pembaca yang budiman,

Kita belum lupa peristiwa gelombang tsunami yang melibas Aceh pada pergantian tahun 2004-2005 Masehi, yang menelan korban beribu-ribu manusia dan kerusakan alam. Tanpa terduga sebelumnya, tanggal Sabtu, 28 Rabi’ul Tsani 1427H, bertepatan dengan 27 Mei 2006M, kita dikagetkan lagi adanya gempa tektonik, dengan kekuatan 5,9 skala richter. Goncangan yang hanya berlangsung sekitar 57 detik ini telah meluluhlantakkan Klaten (di Jawa Tengah) dan Bantul (Yogya). Beribu-ribu manusia meninggal. Tak sedikit pula korban terluka. Dari anak-anak hingga orang tua. Sekian banyak kehilangan tempat berteduh, karena rumah-rumah hancur. Semua dicekam ketakutan tak terperikan.

Apa disebalik hikmah dari setiap gempa yang terjadi di atas bumi Allah ini?

Berikut adalah nasihat Syaikh ‘Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, yang kami angkat dari Majmu’ Fatawa wa Maqaalaat Mutanawwi’ah, IX/148-152. Insya Allah sangat bermanfaat bagi kaum Mukminin dan umat manusia pada umumnya.
_______________________________________________________________________


أما بعد : الحمد لله و الصلاة و السلام على رسول الله و على آله وصحابته و من اهتدى بهـداه


Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui terhadap semua yang dilaksanakan dan ditetapkan. Sebagaimana juga Allah Azza wa Jalla Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui terhadap semua syari’at dan semua yang diperintahkan. Allah Azza wa Jalla menciptakan tanda-tanda apa saja yang dikehendakiNya, dan menetapkannya untuk menakuti-nakuti hambaNya. Mengingatkan terhadap kewajiban mereka, yang merupakan hak Allah Azza wa Jalla. Mengingatkan mereka dari perbuatan syirik dan melanggar perintah serta melakukan yang dilarang.


Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

"Dan tidaklah Kami memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti".[al Israa` : 59].

FirmanNya :

"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al Qur`an itu benar. Dan apakah Rabb-mu tidak cukup (bagi kamu), bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu". [Fushilat : 53].

Allah Azza wa Jalla berfirman :

"Katakanlah (Wahai Muhammad) : "Dia (Allah) Maha Berkuasa untuk mengirimkan adzab kepada kalian, dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian, atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan), dan merasakan kepada sebagian kalian keganasan sebahagian yang lain". [al An’am : 65].

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Shahih-nya dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu 'anhuma, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dia (Jabir) berkata : "Saat firman Allah Azza wa Jalla قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ turun, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa,’Aku berlindung dengan wajahMu,’ lalu beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam melanjutkan (membaca) أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ , Rasulullah berdo’a lagi,’Aku berlindung dengan wajahMu". [1]


Diriwayatkan oleh Abu Syaikh al Ashbahani dari Mujahid tentang tafsir ayat ini :



Beliau mengatakan, yaitu halilintar, hujan batu dan angin topan. (أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ ), gempa dan tanah longsor.

Jelaslah, gempa yang terjadi pada masa-masa ini di beberapa tempat termasuk ayat-ayat (tanda-tanda) kekuasaan yang digunakan untuk menakut-nakuti para hambaNya. Semua yang terjadi di alam ini, (yakni) berupa gempa dan peristiwa lain yang menimbulkan bahaya bagi para hamba serta menimbulkan berbagai macam penderitaan, disebabkan oleh perbuatan syirik dan maksiat.


Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

"Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)". [asy Syuura : 30].

Allah Azza wa Jalla berfirman :

"Nikmat apapun yang kamu terima, maka itu dari Allah, dan bencana apa saja yang menimpamu, maka itu karena (kesalahan) dirimu sendiri". [an Nisaa` : 79].

Tentang umat-umat terdahulu, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

"Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur (halilintar), dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri". [al Ankabut : 40].

Maka wajib bagi setiap kaum Muslimin yang mukallaf dan yang lainnya, agar bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla, konsisten di atas din (agama)nya, serta waspada terhadap semua yang dilarang, yaitu berupa perbuatan syirik dan maksiat. Sehingga, mereka selamat dari seluruh bahaya di dunia dan akhirat, serta Allah menolak semua adzab dari mereka, dan menganugerahkan kepada mereka segala jenis kebaikan.


Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

"Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya". [al A’raaf : 96].

Allah Azza wa Jalla berfirman tentang Ahli Kitab :

"Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (al Qur`an) yang diturunkan kepada mereka dari Rabb-nya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka". [al Maidah : 66].

Allah Azza wa Jalla berfirman :

"Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi". [al A’raaf : 97-99].

Al Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan : “Pada sebagian waktu, Allah Azza wa Jalla memberikan ijin kepada bumi untuk bernafas, lalu terjadilah gempa yang dahsyat. Dari peristiwa itu, lalu timbul rasa takut pada diri hamba-hamba Allah Azza wa Jalla, rasa taubat dan berhenti dari perbuatan maksiat, tunduk kepada Allah Azza wa Jalla dan penyesalan. Sebagaimana perkataan sebagian ulama Salaf, pasca gempa,’Sesungguhnya Rabb kalian mencela kalian’. Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu, pasca gempa di Madinah menyampaikan khutbah dan nasihat; beliau Radhiyallahu 'anhu mengatakan,’Jika terjadi gempa lagi, saya tidak akan mengijinkan kalian tinggal di Madinah’.” Selesai – perkataan Ibnul Qayyim rahimahullah.


Atsar-atsar dari Salaf tentang hal ini sangat banyak. Maka saat terjadi gempa atau peristiwa lain, seperti gerhana, angin ribut atau banjir, wajib segera bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla, merendahkan diri kepadaNya dan memohon ‘afiyah kepadaNya, memperbanyak dzikir dan istighfar.


Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika terjadi gerhana :



"Jika kalian melihat hal itu, maka segeralah berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla, berdo’a dan beristighfar kepadaNya".[2]

Disunnahkan juga menyayangi fakir miskin dan bershadaqah kepada mereka.


Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:



"Kasihanilah, niscaya kalian akan dikasihani" [3].

Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :



"Orang yang menebar kasih-sayang akan disayang oleh Dzat Yang Maha Penyayang. Kasihanilah yang di muka bumi, kalian pasti akan dikasihani oleh yang di langit".[4]

Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :



"Orang yang tidak memiliki kasih-sayang, pasti tidak akan disayang". [5].

Diriwayatkan dari ‘Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah, bahwa saat terjadi gempa, dia menulis surat kepada pemerintah daerah agar bershadaqah.


Diantara faktor terselamatkan dari segala keburukan, yaitu pemerintah segera memegang kendali rakyat dan mengharuskan agar konsisten dengan al haq, menerapkan hukum Allah Azza wa Jalla di tengah-tengah mereka, memerintahkan kepada yang ma’ruf serta mencegah kemungkaran.


Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". [at Taubah:71].

Allah berfirman :

"Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (yaitu)orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan". [al Hajj : 40-41].

Allah Azza wa Jalla berfirman :

"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rizki dari arah yang tidada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya". [ath Thalaaq : 2-3].

Ayat-ayat tentang hal ini sangat banyak.


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :



"Barangsiapa menolong saudaranya, maka Allah Azza wa Jalla akan menolongnya" [6]. [Muttafaq ‘alaih].

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :



"Barangsiapa yang membebaskan satu kesusahan seorang mukmin dari kesusahan-kesusahan dunia, maka Allah Azza wa Jalla akan melepaskannya dari satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan akhirat. Barangsiapa memberikan kemudahan kepada orang yang kesulitan, maka Allah Azza wa Jalla akan memudahkan dia di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang menutup aib seorang muslim, maka Allah Azza wa Jalla akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah Azza wa Jalla akan selalu menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya [7]. [Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya].

Hadits-hadits yang semakna ini banyak.


Hanya kepada Allah kita memohon agar memperbaiki kondisi kaum Muslimin, memberikan pemahaman agama dan menganugerahkan kekuatan untuk istiqamah, segera bertaubat kepada Allah k dari semua perbuatan dosa. Semoga Allah memperbaiki kondisi para penguasa kaum Muslimin; semoga Allah menolong al haq melalui mereka serta menghinakan kebathilan, membimbing mereka untuk menerapkan syari’at Allah Azza wa Jalla atas para hamba. Dan semoga Allah melindungi mereka dan seluruh kaum Muslimin dari fitnah dan jebakan setan yang menyesatkan.


Sesungguhnya Allah Maha Berkuasa untuk hal itu.



[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun X/1427H/2006M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnote
[1]. Dikeluarkan Imam al Bukhari dalam kitab Tafsir Al Qur`anil ‘Azhim, no. 4262, dan diriwayatkan Imam Tirmidzi, no. 2991.
[2]. Diriwayatkan Imam Bukhari di dalam al Jum’ah, no. 999 dan Imam Muslim dalam al Kusuf, no. 1518.
[3]. Diriwayatkan Imam Ahmad, no. 6255.
[4]. Diriwayatkan Imam Tirmidzi di dalam al Birr wash Shilah, no. 1847.
[5]. Diriwayatkan Imam Bukhari di dalam al Adab, no. 5538, dan Imam Tirmidzi di dalam al Birr wash Shilah, no. 1834.
[6]. Diriwayatkan Imam al Bukhari dalam al Mazhalim wal Ghasab, no. 2262 dan Muslim dalam al Birr wash Shilah wal Adab, no. 4677.
[7]. Diriwayatkan Imam Muslim, no. 4867 dan Imam Tirmidzi dalam al Birr wash Shilah, no. 1853.
قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ فَإِذَا رَأَيْتُمْ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ ارْحَمُوا تُرْحَمُوا الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمْ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ وصلى الله على نبينا محمد و آله و صحبه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين

Minggu, 21 November 2010

pelanggaran dalam pernikahan,.,.,

SEBAGIAN PELANGGARAN YANG TERJADI DALAM PERNIKAHAN YANG WAJIB DIHINDARKAN (DIHILANGKAN)
1. Pacaran.
2. Tukar cincin.
3. Menuntut mahar yang tinggi.
4. Mengikuti upacara adat.
5. Mencukur jenggot bagi laki-laki dan mencukur alis mata bagi wanita.
6. Kepercayaan terhadap hari baik dan sial dalam menentukan waktu pernikahan.
7. Mengucapkan ucapan selamat ala kaum jahiliyah.
8. Adanya ikhtilath (bercampurnya, berbaurnya antara laki-laki dan wanita).
9. Musik, nyanyi dan pelanggaran-pelanggaran lainnya.

Sabtu, 20 November 2010

syubhat pengingkaran azab kubur

SYUBHAT PENGINGKARAN ADZAB KUBUR
Oleh
Ustadz Agus Hasan Bashori

Diantara syubhat yang dilontarkan para pengingkar adzab kubur yang perlu ditanggapi ialah sebagai berikut.

1. Ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa tidak ada adzab sebelum hari Kiamat. Misalnya: QS Yasin : 52, An Naziat : 46, Ash Shafat : 20, Yunus : 45, Ar Rum : 55, Al Ahqaf : 35 [Lihat Masalah-masalah Khilafiyah Diantara Gerakan Islam, 197-198]

Jawab:

Pertama. Seluruh ayat Al Qur’an adalah haq. Satu dengan lainnya tidak ada yang kontradiktif, tetapi saling melengkapi dan menafsiri. Jika ayat-ayat ini tidak berbicara tentang adzab kubur, maka ayat-ayat yang lain telah membahasnya. Diantara perkara yang menyeret Ahli Bid’ah menuju kesesatan, yaitu selalu mengkonfrontasikan antar ayat, lebih mengutamakan satu ayat dengan mengesampingkan ayat lain, sebagaimana Qadariyah yang hanya mengimani ayat-ayat yang menunjukkan manusia mempunyai kehendak, atau kaum Jabriyah yang hanya mengimani ayat-ayat taqdir, atau juga para filosof-filosof muslim yang mengimani makhsyar ruhani dan mengingkari makhsyar jasadi.

Kedua. Perasaan orang yang mendapat adzab di akhirat, ketika dibangkitkan dari kuburnya, seolah-olah mereka bangun dari tidur, dan tidak tinggal di dunia melainkan sesaat. Ini karena dahsyatnya hari Kiamat, yang tidak dapat dibandingkan dengan adzab kubur. Sehingga, kehidupan dunia dan barzakh terasa sangat pendek. Dan mereka mengaku baru bangkit dari tidur, karena dalam sebagian hadits disebutkan, bahwa ahli kubur diberi raqdah (tidur sesaat). Yaitu sebelum tiupan kebangkitan. (Taisir Karimurrahman, 4/230). Ibn Abbas dan Qatadah menyatakan, apabila sangkakala telah ditiup, maka adzab kubur diberhentikan atas penghuni kubur, lalu mereka tidur hingga tiupan kebangkitan. Jarak antara dua tiupan itu ialah 40 tahun. Ahli ilmu Ma’ani mengatakan: “Apabila orang-orang kafir telah menyaksikan Jahannam beserta siksanya, maka siksa yang mereka rasakan di alam kubur, bila dibanding dengan Jahannam adalah bagaikan tidur”. (Tafsir Al Qurthubi, 15/ 41-42).


2. Ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa tidak ada adzab, kecuali setelah adanya hisab. Seperti QS Al Israa’: 14, Ar Ra’d : 18, Az Zumaar : 10, Al Mukmin : 17 [Masalah-masalah Khilafiyah, hlm. 199].


Jawab:

Ayat-ayat ini menunjukkan, bahwa nanti pasti ada hisab. Dan setelah hisab ada adzab neraka dan balasan surga. Ayat-ayat ini tidak membicarakan alam barzakh dan tidak menolaknya. Ayat-ayat lainlah yang menjabarkan hal tersebut. Jadi tidak ada kontradiksi dengan pertanyaan kubur dan siksa kubur.

3. Ayat 46 surat Al Mukmin dan ayat 27 surat Ibrahim, keduanya adalah surat Makkiyah. Berarti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengetahui adanya siksa kubur sebelum hijrah. Akan tetapi dalam hadits Aisyah disebutkan, bahwasanya Nabi n tidak mengetahui siksa kubur, kecuali ketika di Madinah dan pada saat terakhir. Bahkan Nabi berkata: “Orang Yahudi berdusta. Tidak ada siksa sebelum Kiamat”. [Lihat Absahkah Berdalil Dengan Hadits Ahad Dalam Masalah Aqidah dan Siksa Kubur, hlm. 59].


Jawab:

Masalah ini telah dipecahkan oleh Ibn Katsir. Beliau berkata: “Ayat ini menunjukkan, bahwa arwah di hadapkan pada api neraka pada waktu pagi dan sore di alam barzakh. Ayat ini, sama sekali tidak menunjukkan kaitan pedihnya adzab itu dengan jasad yang ada di alam kuburnya. Karena bisa jadi, hal itu khusus bagi ruh. Adapun terjadinya hal itu pada jasad di dalam barzakh dan rasa sakit yang disebabkan olenya, maka tidak ditunjukkan kecuali oleh hadits-hadits yang diridhai berikut ini”.

Bisa saja dikatakan, bahwa ayat ini hanya menunjukkan pada adzab kubur bagi orang-orang kafir dalam barzakh. Dan tidak ada kelaziman bila orang mukmin akan mendapat adzab di kuburnya karena dosa. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Aisyah yang terdapat pada Muslim, no. 584. Juga riwayat Imam Ahmad, bahwa Nabi n menjawab: “Sesungguhnya orang Yahudi yang dikenai fitnah kubur,” lalu setelah beberapa malam barulah Rasul n bersabda: “Sesungguhnya kalian diuji di dalam kubur,” …[Tafsir Ibn Katsir, 4/ 104-105].


Imam Ibnu Hajar ikut memberikan jawaban dengan menyatakan: “Sesungguhnya dari ayat pertama (Ibrahim:27) dapat diambil secara mafhum (implisit), bahwa adzab kubur itu untuk orang yang tidak beriman. Begitu pula pada ayat yang lain (Al Mukmin:46) secara manthuq (eksplisit) menyebutkan, adzab kubur itu untuk kelompok Fir’aun, meskipun juga ditimpakan kepada golongan orang-orang kafir yang sama dengan mereka. Sedangkan yang diingkari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu terjadinya siksa kubur atas orang-orang yang bertauhid. Kemudian diberitahukan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa yang demikian itu bisa terjadi pada orang yang dikehendaki oleh Allah dari mereka. Maka Beliau memastikannya dan memperingatkan daripadanya, agar ummatnya bersungguh-sungguh dalam memohon perlindungan daripadanya, (ini) sebagai pengajaran dan petunjuk bagi umatnya. Dengan demikian, hilanglah kontradiksi ini dengan pujian kepada Allah (Fat-hul Bari, 3/ 236).


Adapun ucapan Nabi dalam hadits Aisyah : “Berdusta orang Yahudi. Tidak ada siksa sebelum hari Kiamat” merupakan riwayat Imam Ahmad yang berbeda dengan redaksi hadits Aisyah lain yang terdapat pada Bukhari (1.372), Muslim (584 dan 586), dan yang ada pada Ahmad sendiri (6/139-140). Karena itu, disamping dijawab dengan metode jam’ (kompromi) seperti di atas, juga dimungkinkan disanggah dengan metode tarjih (pemilihan yang lebih kuat rajih), meskipun al jam’u lebih utama, dan memang telah mencukupi.